Serial Kisah Anak Pendosa
Oleh Cak.naim
Selamat datang di kota metropolitan; Anak kecil sudah menjadi tulang punggung kehidupan.
Masa kecil yang seharusnya menjadi ajang kebahagiaan, tapi kini tidak lagi. Seharusnya masa itu seseorang belum mengenal kerasnya dunia, belum mengenal banting tulang siang-malam demi mendapatkan biaya hidup.
Senang sekali, masa kecil kita masih sering bermain dengan teman sebaya, bercanda, tertawa, menangis, dan yang spesial; sekolah. Tapi tidak dengan mereka; pemain ondel-ondel. Jangankan memegang gadget, mengupload status bijak, memposting makanan mewah yang katanya lezat setiap saat, merasakan manisnya kebahagiaan saja merupakan cita-cita yang yang harus dibayar mahal. Dengan berat hati harus mengikhlaskan kebahagiaan demi menafkahkan. Keceriaan yang seharusnya didapat, tapi lenyap, diganti dengan kerja keras dan usaha demi melanjutkan hidup. Demi mencicipi rasa enak harus ada harga mahal yang harus dikeluarkan.
"Selamat malam dik, sudah makan? Jangan lupa makan yah".
Ucapan selamat makan tidak akan membuat mereka kenyang, bung. Apalagi postingan makanan di sosial mediamu. Yang mereka butuhkan adalah sesuap nasi. Kamu tidak akan memberi mereka makan dengan ucapan 'selamat makan' kan!? Ga bisa dimakan. Apa harus makan postingan makanan di sosmed mu!? Hahaha... Lelucon konyol.
Ingin rasanya mencicipi bangku sekolahan. Tidak lagi lulusan sarjana bingung mencari lahan pekerjaan, lulusan SMK atau SMA bersaing mencari masa depan yang mereka dambakan. Bahkan anak-anak kecil yang seharusnya merasakan Sekolah Dasar (SD) pun harus rela ikut bersaing dengan orang dewasa mencari pekerjaan. Entah itu dengan mengamen, memainkan ondel-ondel, atau menjadi kuli pasar. Setidaknya bisa makan.
"ka, minta rizkinya dong... Buat makan kami belum makan, ka".
Tertegun, perkataan mereka membuatku tertohok. Padahal aku disitu hanya sedang duduk-duduk istirahat sambil minum softdrink dan menghisap rokok. Tapi disekelilingku ada anak kecil merasa kelaparan bekas kerja seharian.
"kaka punya nasi bungkus, dik. Kamu mau? Ambil saja. Makan bareng-bareng ya".
"iya ka, terimakasih".
Mereka memakan dengan lahap bersama teman tim pemain ondel-ondel lainnya. Sungguh bahagia, padahal hanya sebungbung nasi. Iya karena itu yang mereka cari.
Tolong teman-teman, meleklah. Banyak sekali diluar sana anak-anak yang sangat butuh uluran tangan. Bukan hanya sebatas rasa simpati, tapi juga rasa peka dan intuisi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Pahlawan tanpa Tanda Jasa
Tepat pada hari Kamis lalu 17 Oktober 2019, kami dan teman-teman segelintir orang dari pelbagai elemen masyarakat menghadiri 'Aksi Kam...

-
Tentang ketidak mampuan untuk move on dari masa lalu. “Pendidikan hanya sebatas belajar; SD, SMP, SMA, bahkan Kuliah. Lalu Lulus bekerja u...
-
Tepat pada hari Kamis lalu 17 Oktober 2019, kami dan teman-teman segelintir orang dari pelbagai elemen masyarakat menghadiri 'Aksi Kam...
-
Arthur besar di lingkungan yang penuh dengan ujaran kebencian. Ujaran yang mendidiknya sampai menjadi petarung ibukota, keras kepala. Diba...
Proud of you
BalasHapus